Jakarta (ANTARA News) - Satu penelitian ilmiah terbaru menunjukkan kematian bukanlah pemberhentian terakhir, sementara sejumlah observasi ilmiah menyimpulkan kehidupan dan kematian ternyata berkorespondensi dengan "alam lain" (multiverse).
Asumsi ini disempurnakan oleh teori ilmiah terbaru bernama biosentrisme.
Menurut teori ini, kendati tubuh dirancang untuk hancur sendiri, ada satu "energi" yang bekerja dalam otak, yaitu "perasaan hidup" (mengenai 'siapakah saya').
"Energi itu tidak musnah ketika manusia mati," tulis ilmuwan terkemuka dunia dan pengarang buku "Biocentrism", Robert Lanza, dalam Huffington Post, pekan ini.
Sains sendiri meneorikan energi tak bisa mati.
Menurut Lanza, energi "perasaan hidup" itu tak tercipta, tapi tak juga bisa musnah. Lantas, apakah energi ini berpindah dari satu dunia ke dunia lain?
Satu eksperimen yang belum lama ini diekspos jurnal Science memperlihatkan para ilmuwan bisa mengubah sesuatu yang sudah terjadi di masa lalu.
Lewat percobaan menggunakan "beam splitter" (perangkat optik yang membelah berkas cahaya), partikel-partikel energi diputuskan keberadaannya.
Ternyata, dari sini dapat ditentukan apa yang berlaku pada partikel ini di masa lalu sehingga seseorang dapat menyelami pengalaman di masa lalu.
Kaitan antara pengalaman dan semesta ini melampaui gagasan-gagasan manusia mengenai ruang dan waktu. Tapi biosentrisme sendiri menyatakan, ruang dan waktu bukan objek sulit seperti yang dibayangkan.
Teori ini menganalogikan waktu sebagai udara yang sia-sia berusaha ditangkap manusia karena memang tak pernah bisa diraih. Demikian pula waktu.
"Anda tak bisa melihat apapun melalui tulang tengkorak yang menyelimuti otak Anda," kata Robert Lanza.
Dia melanjutkan, "Apa yang Anda lihat dan rasakan sekarang adalah putaran informasi pada otak Anda."
Menurut biosentrisme, ruang dan waktu adalah semata alat penghimpun informasi secara bersamaan.
Oleh karena itu, dalam dunia yang tidak ada waktu dan tidak ada ruang, tak ada istilah kematian. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar