Pertanyaan penting sebelum menentukan jurusan perkuliahan adalah:
Pertanyaan itu akan sangat membantu dalam menentukan jurusan apa yang bisa diambil ketika kuliah nanti.
Kita mampu bekerja secara profesional, dengan senang hati, dan bahkan menjadi dan melakukan yang terbaik jika kita bekerja bisa di bidang yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan kita.
Cara termudah untuk memilih jurusan yang benar dan tidak salah jurusan adalah:
- Mencari sebanyak mungkin gambaran tentang jurusan yang akan kita pilih dan disesuaikan dengan bakat, minat, dan kemampuan yang kita punyai.
- Hal kedua adalah mulai mencari perguruan tinggi terbaik yang bisa membantu kita menjadi pribadi yang kompeten dalam bidang tersebut.
Pertanyaan kedua terpenting:
Apakah perguruan tinggi tempat kita kuliah telah diakui kualitasnya?
Hal ini akan menentukan kepercayaan diri seseorang ketika melamar pekerjaan maupun ketika memperkenalkan diri kepada orang lain. Tidak dapat dipungkiri, ada suatu kebanggaan jika ketika berkenalan atau ketika melamar pekerjaan, kita bisa mengatakan dengan bangga asal perguruan tinggi tempat kita kuliah.
Kebanggaan ini bisa dirasakan karena perguruan tinggi berkualitas selalu bisa mencetak lulusan yang memiliki kualitas karakter dan kemampuan yang baik sehingga pada akhirnya mereka bisa menjadi pribadi yang dipercayai perusahaan untuk bekerja di tempat mereka ketika ada rekruitment.
Pertanyaan ketiga yang terpenting:
Apakah perguruan tinggi tempat kita kuliah juga mempunyai perhatian serius terhadap perkembangan soft skill dan mampu memunculkan karakter unggul kita di samping perkembangan hard skill kita?
Sudah umum diketahui bahwa banyak perguruan tinggi yang mampu mencetak tenaga ahli yang memiliki otak brilian (IQ tinggi), tetapi memiliki kemampuan soft skill yang rendah (EQ rendah). Hal ini bisa dilihat dari lingkungan perkuliahan yang mana terkadang mahasiswa ber-IP tinggi, tetapi kurang bisa bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain.
Pastikan dirimu memilih perguruan tinggi yang mampu mengasah soft skill, hard skill, dan mampu mengajarkan dirimu menjadi pribadi yang memiliki karakter unggul untuk memperkuat posisimu di kemudian hari.
Orang lebih suka dipimpin oleh orang yang pintar sekaligus memiliki soft skill yang baik. Dengan memiliki soft skill yang baik, kamu sudah memberikan nilai tambah ketika melamar suatu pekerjaan manajerial dan bahkan orang lain sudah mengetahui kualitas dirimu di pertemuan pertama (bahkan sebelum kamu mengeluarkan sepatah kata).
Kemampuan (soft skill dan hard skil) dan karisma seperti itu adalah sesuatu yang banyak dicari perusahaan besar untuk jabatan penting di perusahaan mereka. Pastikan perguruan tinggi tempat kamu kuliah bisa memberikan hal tersebut untuk perkembangan karirmu di kemudian hari.
Pertanyaan terakhir dan terpenting:
Jika seandainya sekarang ada seorang manajer yang sedang mewawancarai kamu, apakah kamu yakin dia akan dengan segera berkeinginan untuk merekrut kamu?
Pastikan dirimu memilih perguruan tinggi yang benar-benar bisa membuatmu yakin 100% bahwa perusahaan tempat kamu melamar pekerjaan akan dengan segera menghubungi kamu untuk wawancara selanjutnya dan bahkan tidak segan-segan menawarkan range salary (gaji) yang sangat tinggi karena mereka takut kehilangan kamu.
Mengapa ?
Dunia kerja percaya bahwa sumber daya manusia yang unggul adalah mereka yang tidak hanya memiliki kemahiran hard skill saja tetapi juga piawai dalam aspek soft skillnya. Dunia pendidikanpun mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill.
Adalah suatu realita bahwa pendidikan di Indonesia lebih memberikan porsi yang lebih besar untuk muatan hard skill, bahkan bisa dikatakan lebih berorientasi pada pembelajaran hard skill saja. Lalu seberapa besar semestinya muatan soft skill dalam kurikulum pendidikan?, kalau mengingat bahwa sebenarnya penentu kesuksesan seseorang itu lebih disebabkan oleh unsur soft skillnya.
Jika berkaca pada realita di atas, pendidikan soft skill tentu menjadi kebutuhan urgen dalam dunia pendidikan. Namun untuk mengubah kurikulum juga bukan hal yang mudah. Pendidik seharusnya memberikan muatan-muatan pendidikan soft skill pada proses pembelajarannya. Sayangnya, tidak semua pendidik mampu memahami dan menerapkannya. Lalu siapa yang harus melakukannya? Pentingnya penerapan pendidikan soft skill idealnya bukan saja hanya untuk anak didik saja, tetapi juga bagi pendidik.
Apa ?
Konsep tentang soft skill sebenarnya merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence). Soft skill sendiri diartikan sebagai kemampuan diluar kemampuan teknis dan akademis, yang lebih mengutamakan kemampuan intra dan interpersonal.
Secara garis besar soft skill bisa digolongkan ke dalam dua kategori : intrapersonal dan interpersonal skill. Intrapersonal skill mencakup : self awareness (self confident, self assessment, trait & preference, emotional awareness) dan self skill ( improvement, self control, trust, worthiness, time/source management, proactivity, conscience). Sedangkan interpersonal skill mencakup social awareness (political awareness, developing others, leveraging diversity, service orientation, empathy dan social skill (leadership,influence, communication, conflict management, cooperation, team work, synergy)
Pada proses rekrutasi karyawan, kompetensi teknis dan akademis (hard skill) lebih mudah diseleksi. Kompetensi ini dapat langsung dilihat pada daftar riwayat hidup, pengalaman kerja, indeks prestasi dan ketrampilan yang dikuasai. Sedangkan untuk soft skill biasanya dievaluasi oleh psikolog melalui psikotes dan wawancara mendalam. Interpretasi hasil psikotes, meskipun tidak dijamin 100% benar namun sangat membantu perusahaan dalam menempatkan ‘the right person in the right place’.
Hampir semua perusahaan dewasa ini mensyaratkan adanya kombinasi yang sesuai antara hard skill dan soft skill, apapun posisi karyawannya. Di kalangan para praktisi SDM, pendekatan ala hard skill saja kini sudah ditinggalkan. Percuma jika hard skill oke, tetapi soft skillnya buruk. Hal ini bisa dilihat pada iklan-iklan lowongan kerja berbagai perusahaan yang juga mensyaratkan kemampuan soft skill, seperi team work, kemampuan komunikasi, dan interpersonal relationship, dalam job requirementnya. Saat rekrutasi karyawan, perusahaan cenderung memilih calon yang memiliki kepribadian lebih baik meskipun hard skillnya lebih rendah. Alasannya sederhana : memberikan pelatihan ketrampilan jauh lebih mudah daripada pembentukan karakter. Bahkan kemudian muncul tren dalam strategi rekrutasi „ Recruit for Attitude, Train for Skill“.
Hal tersebut menunjukkan bahwa : hard skill merupakan faktor penting dalam bekerja, namun keberhasilan seseorang dalam bekerja biasanya lebih ditentukan oleh soft skillnya yang baik.
Psikolog kawakan, David McClelland bahkan berani berkata bahwa faktor utama keberhasilan para eksekutif muda dunia adalah kepercayaan diri, daya adaptasi, kepemimpinan dan kemampuan mempengaruhi orang lain. Yang tak lain dan tak bukan merupakan soft skill.
Bagaimana ?
Para ahli manajemen percaya bahwa bila ada dua orang dengan bekal hard skill yang sama, maka yang akan menang dan sukses di masa depan adalah dia yang memiliki soft skill lebih baik. Mereka adalah benar-benar sumber daya manusia unggul, yang tidak hanya semata memiliki hard skill baik tetapi juga didukung oleh soft skill yang tangguh.
Pada posisi bawah, seorang karyawan tidak banyak menghadapai masalah yang berkaitan dengan soft skill. Masalah soft skill biasanya menjadi lebih kompleks ketika seseorang berada di posisi manajerial atau ketika dia harus berinteraksi dengan banyak orang. Semakin tinggi posisi manajerial seseorang di dalam piramida organisasi, maka soft skill menjadi semakin penting baginya. Pada posisi ini dia akan dituntut untuk berinteraksi dan mengelola berbagai orang dengan berbagai karakter kepribadian. Saat itulah kecerdasan emosionalnya diuji.
Umumnya kelemahan dibidang soft skill berupa karakter yang melekat pada diri seseorang. Butuh usaha keras untuk mengubahnya. Namun demikian soft skill bukan sesuatu yang stagnan. Kemampuan ini bisa diasah dan ditingkatkan seiring dengan pengalaman kerja. Ada banyak cara meningkatkan soft skill. Salah satunya melalui learning by doing. Selain itu soft skill juga bisa diasah dan ditingkatkan dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan maupun seminar-seminar manajemen. Meskipun, satu cara ampuh untuk meningkatkan soft skill adalah dengan berinteraksi dan melakukan aktivitas dengan orang lain.
Have you ever felt that the college curriculum is mostly intended to teach knowledge? Accumulating knowledge does not necessarily lead to a successful career any more than overdosing on vitamins leads to good health.
While a lot of companies look at skills in general and target mostly the hard skills area, we dive deeper into having the right soft skills which directly impact how a company and its professionals work towards achieving their goals. For us,
“Emotional Intelligence (soft skills) matters twice as much as technical skills in job success” - D. Goleman, Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ (Bantam Books, 1995)
Goleman published a follow-up book, “Working with Emotional Intelligence” (Bantam Books, 1998), in which he revealed data gathered from studies of more than 500 organizations which proves that factors such as self-confidence, self-awareness, self-control, commitment and integrity not only create more successful employees but also more successful companies.
Selamat berjuang ! Merdeka !
While a lot of companies look at skills in general and target mostly the hard skills area, we dive deeper into having the right soft skills which directly impact how a company and its professionals work towards achieving their goals. For us,
- hard skills are academic skills, experience and level of expertise
- soft skills are communication, leadership and inter-personal skills
“Emotional Intelligence (soft skills) matters twice as much as technical skills in job success” - D. Goleman, Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ (Bantam Books, 1995)
Goleman published a follow-up book, “Working with Emotional Intelligence” (Bantam Books, 1998), in which he revealed data gathered from studies of more than 500 organizations which proves that factors such as self-confidence, self-awareness, self-control, commitment and integrity not only create more successful employees but also more successful companies.
Selamat berjuang ! Merdeka !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar