Banyak analisa yang menyebut kemenangan pasangan Jokowi-Ahok sebagai pemenang dalam pemilihan gubernur Jakarta adalah keinginan perubahan dari masyarakat. Ini terlihat dari kemenangan dalam dua putaran mengalahkan pasangan petahana Fauzi Bowo. Terlepas dari strategi yang digunakan tim sukses Jokowi, dukungan besar itu juga mengharapkan perubahan besar masalah Jakarta yang harus segera diselesaikan.
"Saya malah kasihan kepada Jokowi, kenapa dia mau memimpin kota ini. Masalah kota ini kompleks, padahal harapan masyarakat terlalu besar, saya takut dia dimarahi jika tidak sesuai harapan," kata Adolf Heuken, pendeta Jesuit yang juga penulis buku dan ahli tentang Jakarta, saat ditemui merdeka.com di Menteng pekan lalu.
Dia melihat harapan masyarakat Jakarta pada Jokowi seperti harapan masyarakat Amerika Serikat pada Barack Obama pada pemilu 2008. Bahkan, pendeta kelahiran Jerman ini menjelaskan, orang paling pandai sekali pun tidak akan bisa mengurus Jakarta. Heuken menilai, Jakarta sudah kehilangan arah pembangunan.
Kehilangan arah pembangunan itu menurut Heuken, bergeser sejak berakhirnya kepemimpinan Ali Sadikin. Dia menjelaskan, gubernur setelah Ali Sadikin, hanya menikmati saja, tanpa berusaha untuk terus memperbaiki. "Ada rancangan besarnya, tapi itu diubah-ubah. Teorinya ada tapi pada praktiknya tidak ada," ujar Heuken dengan nada tinggi sambil memukul mejanya berkali-kali.
Dia memberikan contoh, bagaimana kawasan Menteng yang memiliki bangunan bersejarah sudah rusak. Menurut Heuken, hampir seratus rumah lebih rumah di Menteng yang telah dibongkar dan pugar. Dia menilai, status bangunan yang seharusnya tidak boleh dipugar bagian luar dan dalamnya, namun begitu mudah didapatkan hanya dengan uang.
"Saya sudah bilang ke pemerintah Jakarta akan sejarah bangunan itu, tapi mereka tidak mau dengar dan tetap saja dibongkar," kata Heuken. Dia mencontohkan, rumah yang berada di Jalan Cilacap Nomer 4, Menteng. Dalam ingatannya, gedung itu dibangun pada 1923 oleh kolonial Belanda dan digunakan sebagai kantor dinas jawatan telepon.
Baru setelah Indonesia merdeka, pada 1945 gedung dijadikan sekretariat Badan Pekerja Komite National Indonesia Pusat. Kemudian pada 1950 dijadikan kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Terus dijadikan kantor kementerian Luar Negeri Indonesia yang pertama. Kemudian sempat digunakan sementara untuk universitas Bung Karno.
Menurut Heuken, Jakarta saat ini dengan segudang masalahnya membutuhkan pemimpin yang tegas. Dia menilai hanya Ali Sadikin yang mampu melakukan itu. Bahkan menurut dia, Ali Sadikin tidak jarang langsung tampar anak buahnya jika dianggap melakukan kesalahan.
"Ali Sadikin itu jujur, tegas, dan dia bekas tentara," ujar Heuken.
Setelah hampir 50 tahun tinggal di Jakarta, dia merasa ikut dalam berbagai perubahan Jakarta. Ketekunannya menulis bidang kerohanian, hampir sama dia lakukan dalam menuliskan Jakarta. Mulai dari sejarah hingga perubahan-perubahan di dalamnya. Lihat saja buku-buku nya seperti, Historical Sites of Jakarta, Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, Galangan Kapal Batavia Selama Tiga Ratus Tahun, Menteng: Kota taman Pertama di Indonesia, dan buku-buku lainnya.
Dari pengetahuan tentang Jakarta, dia menilai masalah Jakarta saat ini sudah kompleks. Menurut Heuken, masalah Jakarta, bukan hanya masalah di Jakarta itu sendiri, tapi juga masalah dari kawasan kota-kota sekitar Jakarta. Mulai dari kepadatan penduduk, banjir, macet, keamanan, dan masalah lainnya. "Saya tidak pesimistis, saya cinta kota ini, tapi itulah realitanya, kita harus fair. Kemarin Fauzi Bowo dimarahi banyak orang, saya takut Jokowi akan dimarahi warga," kata Heuken.
Heuken berharap, Jokowi harus tegas kepada aparat di bawahnya. Dari pengalamannya pada masa gubernur-gubernur sebelumnya, kinerja aparat di bawah kadang hanya ingin untung sendiri. Bahkan Heuken pernah melihat seorang kepada bidang kepegawaian langsung melayaninya saat mengurus tanah rumahnya, karena pegawai yang bertugas begitu lambat dan banyak alasan.
"Kita lihat saja Jokowi untuk dua tahun ke depan. Kalau tidak bisa, jangan salahkan dia, karena harapan masyarakat yang terlalu tinggi," kata Heuken sambil berharap"Saya malah kasihan kepada Jokowi, kenapa dia mau memimpin kota ini. Masalah kota ini kompleks, padahal harapan masyarakat terlalu besar, saya takut dia dimarahi jika tidak sesuai harapan," kata Adolf Heuken, pendeta Jesuit yang juga penulis buku dan ahli tentang Jakarta, saat ditemui merdeka.com di Menteng pekan lalu.
Dia melihat harapan masyarakat Jakarta pada Jokowi seperti harapan masyarakat Amerika Serikat pada Barack Obama pada pemilu 2008. Bahkan, pendeta kelahiran Jerman ini menjelaskan, orang paling pandai sekali pun tidak akan bisa mengurus Jakarta. Heuken menilai, Jakarta sudah kehilangan arah pembangunan.
Kehilangan arah pembangunan itu menurut Heuken, bergeser sejak berakhirnya kepemimpinan Ali Sadikin. Dia menjelaskan, gubernur setelah Ali Sadikin, hanya menikmati saja, tanpa berusaha untuk terus memperbaiki. "Ada rancangan besarnya, tapi itu diubah-ubah. Teorinya ada tapi pada praktiknya tidak ada," ujar Heuken dengan nada tinggi sambil memukul mejanya berkali-kali.
Dia memberikan contoh, bagaimana kawasan Menteng yang memiliki bangunan bersejarah sudah rusak. Menurut Heuken, hampir seratus rumah lebih rumah di Menteng yang telah dibongkar dan pugar. Dia menilai, status bangunan yang seharusnya tidak boleh dipugar bagian luar dan dalamnya, namun begitu mudah didapatkan hanya dengan uang.
"Saya sudah bilang ke pemerintah Jakarta akan sejarah bangunan itu, tapi mereka tidak mau dengar dan tetap saja dibongkar," kata Heuken. Dia mencontohkan, rumah yang berada di Jalan Cilacap Nomer 4, Menteng. Dalam ingatannya, gedung itu dibangun pada 1923 oleh kolonial Belanda dan digunakan sebagai kantor dinas jawatan telepon.
Baru setelah Indonesia merdeka, pada 1945 gedung dijadikan sekretariat Badan Pekerja Komite National Indonesia Pusat. Kemudian pada 1950 dijadikan kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Terus dijadikan kantor kementerian Luar Negeri Indonesia yang pertama. Kemudian sempat digunakan sementara untuk universitas Bung Karno.
Menurut Heuken, Jakarta saat ini dengan segudang masalahnya membutuhkan pemimpin yang tegas. Dia menilai hanya Ali Sadikin yang mampu melakukan itu. Bahkan menurut dia, Ali Sadikin tidak jarang langsung tampar anak buahnya jika dianggap melakukan kesalahan.
"Ali Sadikin itu jujur, tegas, dan dia bekas tentara," ujar Heuken.
Setelah hampir 50 tahun tinggal di Jakarta, dia merasa ikut dalam berbagai perubahan Jakarta. Ketekunannya menulis bidang kerohanian, hampir sama dia lakukan dalam menuliskan Jakarta. Mulai dari sejarah hingga perubahan-perubahan di dalamnya. Lihat saja buku-buku nya seperti, Historical Sites of Jakarta, Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, Galangan Kapal Batavia Selama Tiga Ratus Tahun, Menteng: Kota taman Pertama di Indonesia, dan buku-buku lainnya.
Dari pengetahuan tentang Jakarta, dia menilai masalah Jakarta saat ini sudah kompleks. Menurut Heuken, masalah Jakarta, bukan hanya masalah di Jakarta itu sendiri, tapi juga masalah dari kawasan kota-kota sekitar Jakarta. Mulai dari kepadatan penduduk, banjir, macet, keamanan, dan masalah lainnya. "Saya tidak pesimistis, saya cinta kota ini, tapi itulah realitanya, kita harus fair. Kemarin Fauzi Bowo dimarahi banyak orang, saya takut Jokowi akan dimarahi warga," kata Heuken.
Heuken berharap, Jokowi harus tegas kepada aparat di bawahnya. Dari pengalamannya pada masa gubernur-gubernur sebelumnya, kinerja aparat di bawah kadang hanya ingin untung sendiri. Bahkan Heuken pernah melihat seorang kepada bidang kepegawaian langsung melayaninya saat mengurus tanah rumahnya, karena pegawai yang bertugas begitu lambat dan banyak alasan.
http://www.merdeka.com/jakarta/adolf-heuken-orang-paling-pandai-pun-tak-bisa-urus-jakarta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar