Menurut beberapa sumber sejarah, kebudayaan extra-terrestrial telah mengunjungi Bumi dan mengajarkan pengetahuan yang berguna kepada manusia, seperti pertanian, dan bagaimana cara membangun peradaban (seperti membangun desa dan kota).
Anda pernah menonton film Prometheus? Pastinya sosok berkulit putih bukanlah karakter asing bagi kita yang mengerti mitologi, jelas terkait dengan cerita Dewa berkulit putih seperti yang disebut dalam teks-teks kuno. Hewan putih sering dianggap suci dan para ulama yang melayani Dewa sering memakai jubah putih. Hal ini berdampak besar di kebanyakan aspek kehidupan manusia, baik di Dunia Lama maupun Dunia Baru, seperti pada keyakinan tradisi budaya awal dan festival kuno, legenda, adat istiadat rakyat, simbolisme geometrik dan hewan, arsitektur sakral, numerologi, pengetahuan bintang, cerita alegoris, astronomi dari situs awal, sastra, dan bahkan nama suatu tempat.
Dewa Bintang Ajarkan Tradisi Budaya
Teks alegoris seperti Kitab Henokh dan Kitab Hopi menunjukkan bahwa beberapa orang telah menyalahgunakan teknologi yang diberikan kepada mereka melalui ‘Makhluk Pendatang’ dan menggunakannya untuk menyerang musuh-musuh mereka. Kemudian saling membalas dan banyak wilayah di dunia terlibat dalam konflik ini, seperti peperangan di abad pertengahan dan abad ke-20 (Perang Dunia I dan Perang Dunia II).
Ketika mereka mempelajari apa yang terjadi, para Dewa Bintang kembali dan menghancurkan orang-orang yang membenci peristiwa ‘banjir besar‘. Ada ratusan cerita bencana banjir di seluruh dunia dan tradisi budaya kunoyang berhubungan menunjukkan bahwa cerita itu merujuk pada sebuah bencana yang terjadi 5000 sekitar tahun yang lalu. Teks Sumeria awal menjelaskan jumlah pesawat ruang angkasa yang mengunjungi bumi dan kemudian tradisi budaya di Timur Tengah juga menunjukkan bagaimana ekstra-teresterial diwakili dalam sebuah simbolisme dan arsitektur sakral, sebagaimana mereka juga disinggung dalam ritual keagamaan.
Sumber-sumber sejarah lain juga mengungkapkan adanya hubungan antara agama Dewa Bintang dari Sumeria Kuno, Babilonia, Asyur, Mesir kuno, dan bagian lain di Timur Tengah, Asia, dan Afrika Barat. Mereka menunjukkan bahwa di Mesir sosok berjubah putih dianggap sebagai Dewa Osiris, yang kemudian disebut ‘Dewa kematian’. Dalam berbagai nama Dia dikenal sebagai Pembangun Peradaban di berbagai budaya awal. Seperti Piramida Mesir, Etemenanki yang terkenal di Babilonia, dan piramida kerajaan di Istana Asyur, merupakan bagian dari tradisi agama Dewa bintang yang juga mempengaruhi beberapa tradisi budaya Peradaban klasik Yunani kuno dan Roma serta berbau kultus mistik (seperti Mithraisme yang diadopsi dari Roma Timur).
Mereka hidup diantara bintang-bintang yang berjarak 440 tahun cahaya dari Bumi dan menurunkan tradisi budaya di seluruh peradaban kuno. Tempat ibadah yang selaras, kemunculan mereka dan orang-orang yang berhubungan dengan Banjir dan peradaban besar manusia. Kisah kunjungan ekstra-teresterial terukir dibanyak legenda dan telah berlangsung selama bertahun-tahun. Bahkan cerita Plato tentang legenda Atlantis telah merasuki beberapa pemikiran sejarawan, mungkin didasarkan pada legenda Banjir.
Tradisi Budaya Kuno Bangkit Di Era Modern, ‘Dia’ Akan Kembali?
Peradaban paling awal yang dikenal sekitar 5000 tahun yang lalu, dan orang-orang di Amerika Tengah & Selatan (suku Aztec, suku Maya dan suku Inca) terkait dengan tradisi budaya Dewa Bintang. Arsitektur suci, dan desain simbolik yang digunakan mewakili ‘Kenderaan’ dari makhluk ekstra-teresterial, yang juga digunakan diwilayah Amerika. Sementara di Eropa, beberapa tradisi budaya Dewa bintang yang tersisa dapat dilihat pada adat istiadat, kemudian ditekan ketika agama Kristen muncul di sekitar abad ke-12 (era Perang Salib). Kebangkitan Kristen di Eropa dan Gereja Katolik di Prancis memulai kampanye melawan bidat yang menyebar diwilayah Eropa.
Di Wessex Inggris, halaman gereja diperbesar dalam lingkaran Batu Avebury. Di Knowlton-Dorset, sebuah gereja dibangun dalam lingkaran Paganis (kultus pemuja berhala). Ada juga bukti, di beberapa simbolisme Gereja abad ke-12 menunjukkan bahwa Ke-kristenan telah diganti dengan beberapa tradisi budaya Dewa bintang. Ratusan tahun kemudian, hal yang sama terjadi ketika Eropa menjajah Dunia Baru. Di Meksiko, orang-orang Spanyol membangun Katedral Metropolitan diatas Piramida Besar Aztec (Tenochtitlan) yang sekarang terkubur di bawah Mexico City. Di Inca, ibukota Cuzco, mereka membangun Gereja Santo Domingo di atas kuil Coricancha. Kedua struktur sangat sakral dengan keselaran astronomis.
Secara simbolis gereja ini berdiri di pusat kerajaan dan merupakan bagian dari tradisi budaya kuno & agama Dewa langit. Di Meksiko, para imam Spanyol dan inkuisitor, Uskup Landa telah memaksa bangsawan Maya untuk menghapus agama mereka dan membakar ribuan benda-benda peninggalan suku Maya, termasuk naskah kuno dan data astronomi. Beberapa naskah kuno selamat, atau ditulis ulang setelah penaklukan Spanyol. Ada banyak naskah yang samar dan alegoris, data dalam teks (seperti Popul Vuh) telah membingungkan banyak sejarawan karena isinya tidak menghargai tradisi budaya dewa langit.
Dalam peradaban Dunia Lama dan Dunia Baru, ada tradisi kebatinan dan ritual untuk inisiasi penguasa, yang dianggap menentang keyakinan agama diabad pertengahan.
Salah satu contoh simbol terkait dewa bintang terlihat pada hiasan kepala patung Liberty. Hal ini terlihat dalam sejarah Mesir Kuno yang kemudian diadopsi oleh Etruria dan Yunani, dan digunakan sebagai simbol dalam agama. Dan banyak simbol-simbol agama dan budaya yang telah dipengaruhi, dianggap sebagai simbol baru dalam kultus mereka. Kita bisa melihatnya sekarang di berbagai ajaran agama dan kultus, dianggap aneh tapi kita tak pernah menyadari makna itu didasarkan pada tradisi budaya kuno, Dewa Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar